Psikologis laporan Keuangan

Banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk menipu investor lewat lapkeu dan informasi publik. Hal yang sangat mungkin terjadi era Rekayasa finansial. Mungkin pengalaman saya masih sangat rendah dalam hal ini, tapi selama saya berinvestasi ada beberapa hal yang biasa dimainkan para manajemen untuk mengaburkan informasi pada laporan keuangan juga fundamental bisnis.

Secara umum ada dua jenis pelanggaran etik manajemen tapi tanpa melanggar hukum, pertama memodifikasi akuntansi, dengan rekayasa keuangan dengan memilih cut-off pengakuan pendapatan dan beban, Klasifikasi Neraca, sampai kearah pengaburan informasi bisnis dan keuangan dengan membentuk entitas bisnis lain.

Cara kedua adalah cara yang paling tidak etis, yaitu dengan memainkan bisnis tersebut lewat dokumentasi dan sistem transaksi secara riil. Misal: memanipulasi transaksi dengan perusahaan afiliasi, transaksi “pemindahan kekayaan” dengan perusahaan satu owner, misal lewat pinjaman berbunga super, lewat KSO yang merugikan atau menjual sepotong demi sepotong aset dengan harga yang murah.

gambar ilustrasi by postregistrar.com
Saya tidak membahas teknik tersebut tapi saya akan membahas motivasi manajemen melakukannya. Karena lebih penting memahami psikologi laporan keuangan dibandingkan melihat laporan keuangan yang “tampak”, karena dengan memahami penyebab, sebagai seorang investor bisa menerawang perkiraan apa yang akan dilakukan oleh pihak manajemen. Seperti Ilmu Sosial lainnya, Pelaporan Keuangan mempunyai sisi psikologis yang kental. Sejatinya laporan keuangan didasarkan standar akuntansi yang berlaku umum, ini seperti law of financial. Jadi ada pembatas bagaimana laporan keuangan dibuat.

Sekarang anda memahami, anda memutuskan bagaimana lapkeu itu anda harus menebak bagaimana yang membuat lapkeu itu menginterpretasikan dan mem-visual-isasi laporan keuangan kepada investor. Mirip seorang penyidik menyelidiki tersangka, maka seorang penyidik harus memahami motivasi tersangka, bedanya, anda sebagai seorang investor tak perlu memiliki bukti yang valid, tetapi cukup dengan bukti yang memadai. Maksudnya, memadai adalah cukup meyakinkan anda sebagai seorang calon investor untuk memutuskan apa berinvestasi atau tidak. Dalam hal ini Syubhat sama dengan haram. Hehehe, maksudnya jika anda ragu maka disarankan tidak berinvestasi didalamnya.
bagaimana perusahaan mencatat elemen-elemen keuangan yang disajikan, mulai dari klasifikasi akuntansi, cut-off sampai permasalahan paling dasar yakni Entitas Bisnis
Prolognya cukup, nah kita masuk ke inti, Asumsi sistem pencatatan adalah bagaimana perusahaan mencatat elemen-elemen keuangan yang disajikan, mulai dari klasifikasi akuntansi, cut-off sampai permasalahan paling dasar yakni Entitas Bisnis. Saya tidak perlu menjelaskan hal tersebut karena penjelasannya udah menjamur di buku-buku akuntansi dasar. Yang perlu anda perhatikan adalah kenapa manajemen melakukan hal tersebut?

Sebenarnya, secara sempit, cuma ada dua hal yang diinginkan manajemen kepada investor yaitu, agar investor lain membeli atau tidak membeli saham, tetapi terkadang ada motivasi lain misal: mendapatkan kredit perbankan yang lebih murah/obligasi yang dijual lebih premium jika menampakkan lapkeu yang bagus. Jika anda bisa mengidentifikasi lapkeu misal perusahaan mengklasifikasikan pendapatan accrual lebih banyak atau beban accrual lebih kecil (berkurang), maka bisa jadi, ada pihak tertentu terutama yang berhubungan dengan owner mengakumulasi saham untuk investasi, atau bisa jadi perusahaan yakin dengan kinerja bisnis barunya sehingga, owner mengumpulkan saham lebih banyak.

Tidak selalu berhubungan dengan akumulasi atau distribusi saham pada bandarmologi, tetapi banyak motivasi lain, misal berhubungan juga dengan motivasi menyerap IPO untuk menyalurkan harta kepada pihak afiliasi atau yang mempunyai satu kelompok owner. Misal perusahaan A melakukan IPO, IPO itu diserap masyarakat secara maksimal. Nah, terkadang masyarakat ini sebagian adalah “owner” itu sendiri, setelah IPO (biasanya dalam jumlah besar, seringkali >30% kepemilikan yang di IPO-kan), owner membentuk perusahaan afiliasi, dan menyalurkan harta ke perusahaan afiliasi lewat perusahaan yang di IPO-kan.

Saya menemukan sebuah case yang menuju ke-arah tersebut yaitu lewat KSO. Ada perusahaan katakan perusahaan C di IPO-kan, dan herannya laris manis walupun bisnisnya kurang bagus sebelum IPO, tetapi perusahaan C mempunyai masterplan bisnis yang bagus. Sehingga dana IPO bisa mengembangkan bisnis-bisnis lama-nya. Ternyata setelah didalami, semua cashflow dari bisnis lama dilimpahkan owner ke bisnis baru dengan membentuk perusahaan Afiliasi lewat KSO (yang merupakan perusahaan private).

Awalnya saya tidak menyadari hal ini karena KSO adalah hal yang biasa dan mekanisme pembagiannya cukup adil. KSO ini adalah perusahaan pengembang properti dan pemilik tanah dengan pembagian penjualan pengembang 80% dan pemilik tanah 20%. Nah kesadaran saya muncul ketika, perusahaan (pengembang) ini mengumumkan mengumumkan perluasan tanah dengan dana internal dan hutang (lewat public expose), tetapi tanah tersebut tidak muncul di neraca, tetapi saya mengindikasikan bertambahnya aset investasi kepada KSO, dan perjanjian KSO tidak dirubah, bagi hasil 80:20. Nah setelah beberapa tahun kinerja perusahaan membaik, dan dividen tetap dibagikan walau dalam jumlah kecil (bagi investor, perusahaan berkembang sangat wajar membagikan dividen dalam jumlah kecil). Bahkan kinerja perusahaan pada tingkat bombastis, laba naik signifikan, tapi dividen tetap kecil, ya investor masih berfikir wajar. Yang paling kelihatan perusahaan mengumumkan aset tanah telah mencapai lebih dari dua kali lipat pada aset KSO, nah yang membuat lebih terlihat lagi adalah perusahaan ternyata memainkan akuntansi secara tidak etis pada laporan kuartal-an (unaudited), menjadi sangat terlihat ketika laporan unaudited diterbitkan ternyata hasil laba dari KSO menurun dari kuartal 3 (Q3), walaupun kinerja proyek inti meningkat, bahkan untuk proyek barunya. Nah proyek baru dan proyek non-KSO ini terkesan proyek-proyek yang jangka waktunya sangat sedikit (sekitar 3 tahunan), padahal sebuah perusahaan harus memenuhi syarat “Going Concern” untuk memenuhi kriteria layak investasi.

Nah walaupun awalnya saya tidak menyadari, karena perusahaan induk tidak pernah melepas sahamnya, namun saya menjadi sadar setelah kejadian-kejadian diatas mulai banyak terjadi

Bagi investor yang jeli, ini adalah sebuah indikasi, pengalihan harta antar entitas. Perusahaan C ini mirip kertas kardus yang besar dan berat tapi kosong didalam. Perusahaan ini telah dimainkan sehingga kelihatan bagus tapi kosong didalamnya, kalaupun bernilai hanya sebatas dividen yang dibagikan selama going concern-nya perusahaan.

Kasus IPO lain yang sekiranya merugikan investor adalah lewat holding investment, jadi yang di IPO-kan adalah anak usaha, sedangkan Holdingnya adalah perusahaan tertutup. Cara-cara seperti ini bisa mengalirkan harta dari anak ke Entitas induk tanpa terlihat pada laporan induk. Tapi cara ini biasanya dilarang oleh badan pengawas. Nah, banyak cara mengakalinya, yaitu waktu IPO, entitas perusahaan menerbitkan obligasi konversi, sehingga di masa depan kepemilikan oleh entitas “calon induknya”, akan meningkat tajam, sehingga sangat merugikan investor, karena sahamnya terdilusi . Saya menemukan kasus serupa mengarah kesitu. Biasanya investor yang berpengalaman sudah sangat kenal modus seperti itu.

Kasus mengalihkan harta antar entitas banyak terjadi, dan sepertinya banyak sekali modusnya. Sebuah case yaitu lewat bunga pinjaman yang super mahal, saya pernah menemukan Perusahaan yang mempunyai kinerja sangat bagus, tapi sayang, cashflow-nya bisa terancam dan terlihat sekali penyerapan harta ke perusahaan holdingnya lewat bunga yang tinggi sampai 20% setahun.

Cara lain adalah transaksi antar perusahaan yang punya hubungan istimewa, lewat transaksi ini harga bisa saja dibuat “aneh-aneh”, dan itu hal yang biasa, bahkan sangat biasa untuk menghindari pajak. Tapi cara ini juga bisa dipakai untuk mengalihkan harta antar entitas.

Cara lain yang lebih unik, ada sebuah perusahaan katakan P, mempunyai kinerja yang sangat bagus, tapi uniknya P ini selalu menjual aset yang bagus diharga murah, jadi perusahaan ini seperti difungsikan sebagai “Rekening/tahapan”. Cara kerjanya perusahaan ini digunakan ownernya untuk menyimpan aset bermasalah, setelah sehat dijual kembali hampir tanpa marjin (atau margin yang sangat tipis) juga oleh ownernya, nah selama asetnya belum sehat, ownernya tetap menyimpan asetnya dalam perusahaan tersebut. Perusahaan ini juga sering Right Issue dengan porsi saham yang kecil-kecil, menjual aset yang kecil-kecil, juga menerbitkan obligasi konversi yang kecil-kecil sehingga porsi kepemilikan nyaris tidak bergeser dalam jangka panjang (hanya fluktuatif kecil-kecil), jadi sebenarnya intinya dana RI itu digunakan menyehatkan aset, tanpa kembali ke investor. Dalam jangka panjang kepemilikan investor akan berangsur-angsur terus menyusut dengan adanya RI diikuti obligasi konversi.

Menurut pengamatan penulis yang sangat rendah pengalaman ini, mengalihkan harta antar entitas adalah satu dari dua kemungkinan motivasi manajemen terhadap investor, cara kedua adalah cara yang lebih kasar yaitu tidak lewat transaksi riil tapi lewat pasar keuangan, bergeraknya kepemilikan saham adalah indikasi utama, sedangkan indikasi kedua adalah “windows dressing” lapkeu apakah mau dibuat lebih baik atau lebih buruk.

bersambung part 2 jika nanti ditulis hehehe

Penulis
Muhammad Sholich

Belum ada Komentar untuk "Psikologis laporan Keuangan"

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, dan terima kasih telah berkunjung di blog saya

Facebook Comments APPID

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel