Mengenal Bisnis dan Membaca Pelaporan Akuntansi Real Estate

Pernahkah terpikirkan untuk melakukan investasi ke bisnis real estate..?? pernah kan..?secara pribadi, hal itu normal terpikirkan ketika orang-orang telah mempunyai penghasilan lebih. Banyak cara yang dilakukan ketika telah mempunyai penghasilan lebih misalnya memanfaatkan dananya dengan membeli hunian khusus untuk ditempati saja atau melakukan investasi dengan membeli beberapa unit dengan maksud mencari keuntungan masa depan. 

Namun agar tidak salah langkah dalam pengambilan keputusan investasi, mari kita pelajari beberapa hal penting terakait bisnis real estate ini. 


A. Mengenal Bisnis Real Estate

Secara gampang, bisnis real estate adalah bisnis pengembangan tempat tinggal, pertokoan dan perkantoran. Yang jelas dalam bisnis real estate unsur tanah itu masuk kedalam persediaan itu saja. Secara umum, bisnis Real Estate dibagi dua:
  1. Pengembang area : Perumahan, Ruko dkk.
  2. Bangunan Tinggi (High Building) : Apartemen, Perkantoran digedung bertingkat dkk.
 1.      Pengembang Area (Area Development)
Pengembang Area yang dimaksudkan adalah pengembangan tanah kosong menjadi sebuah area yang berkembang, misal: tanah kosong, dijadikan wilayah perumahan, wilayah industri atau perkantoran. Contoh perusahaan pengembang area: Bumi Serpong Damai, Bintaro Jaya, Alam Sutera Realty, Moderndland, Kawasan Industri Jababeka dkk.

Biasanya perusahaan pengembang area mempunyai landbank yang sangat luas, dan eksekusinya sangat murah. Hidup matinya perusahaan pengembang area sangat tergantung landbank, apakah landbanknya itu prospek dimasa depan atau tidak, luas atau tidak.

secara singkat landbank atau bank tanah disini diartikan sebagai setiap kegiatan untuk menyediakan tanah yang akan dialokasikan peggunaannya di kemudian hari dengan beberapa fungsinya. (di indonesia pengertian  bank tanah  in diformulasikan oleh Maria S.W Soemardjono) yaitu:
  1. Penghimpun tanah atau pencadangan tanah  (land keeper), 
  2. pengamanan tanah untuk berbagai kebutuhan pembangunan di masa akan datang (land warrantee);
  3. pengendali tanah (land purchaser);
  4. pendistribusian tanah untuk berbagai keperluan pembangunan (land distributor)


2.      High Building

Berbeda dengan pengembang area, bisnis High Building biasanya justru berada pada wilayah yang sudah berkembang, harga tanah yang dibeli lebih mahal. Tapi yang berpengaruh bukan cost tanah, karena harga tanah itu akan terbagi dengan jumlah lantai.

Berbeda dengan perusahaan pengembang area, yang cashflow-nya dan kinerjanya lebih fluktuatif, perusahaan High Building biasanya punya cashflow yang lebih kuat, landbank yang tak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan pembangunan gedung bisa dicicil dengan termin, penjualannya pun sudah dimulai sejak pembangunan walaupun pengakuannya pada serah terimanya.

Contoh dari perusahaan pengembang High Building: Agung Podomoro Land, Agung Sedayu, Cowell Development, Sahid Sudirman Residence dkk.

Secara penilaian usaha kedua jenis usaha tersebut tentu berbeda, Faktor melihat prospek area di masa depan sangat penting bagi pengembang Area, sedangkan kemampuan membaca kondisi lingkungan sangat penting bagi pengembang High Building. Faktor tanah (land) lebih kental pada penjualan dan cost produksi Pengembang Area. Sedangkan faktor cost pada high Building lebih pada konstruksi pelaksanaan.

Sebelum masuk pada akuntansi dan penilaian bisnis. Faktor kualitatif yang perlu diperhatikan dari industri Real Estate:
  1. Target Market dan Teman (Sosiokultural)
  2. Market Comparative dan akses
Faktor sosiokultural adalah sangat penting dalam menentukan segmentasi market. Sudah hukum alam, Seorang kaya lebih suka berkumpul dengan orang kaya dan orang ekonomi menengah kebawah suka berkumpul sesamanya, perkantoran selalu berada di lingkungan perkantoran. Inilah yang disebut sosiokultural. Biasanya sebuah perusahaan Real Estate punya segmentasi tersendiri bagi huniannya.

Tentunya harga sebuah property akan meningkat ketika berada di lingkup orang kaya, karena mereka punya demand yang lebih besar. Saya pribadi lebih suka berinvestasi pada perusahaan developer Real Estate untuk segmen menengah keatas, karena biasanya punya margin yang lebih besar. Contoh Alam Sutera vs. Harvest City. Tidak bisa dibandingkan kedua perusahaan tersebut, walaupun laporan keuangan Harvest City terlihat lebih solid tetapi margin yang dihasilkan lebih kecil dari alam sutera. Mengapa? Karena di Harvest city anda akan mendapat tanah dengan harga 400 ribu/m2 sedangkan jika di Alam sutera harga tanah mencapai 5-10 kali dari harga tanah di Harvest City. Disamping itu keuntungan konstruksi bangunan juga lebih besar.

Sebenarnya kunci dari perusahaan real estate terutama pengembang area, adalah bagaimana cara membuat value added areanya semakin tinggi. Enough! Sedangkan dari sisi pemasarnnya perusahaan real estate hanya butuh database pelanggannya.

Namanya sebuah pengembang area juga harus melihat akses dan market comparative harga tanah area lain. Sebuah area yang dekat dengan sudirman akan berpotensi mempunyai nilai yang lebih besar daripada area yang dekat dengan bekasi.

Walaupun begitu tidak selalu demikian, area di Ciledug lebih dekat ke Sudirman dari Serpong atau Alam Sutera, tetaplah Serpong dan Alam Sutera berpotensi menjadi lebih mahal daripada Ciledug, kenapa? Pertama kemudahan akses dan memang dikonsep pengembangnya untuk kelas menengah, daripada daerah Ciledug, yang dikonsep untuk daerah manufaktur.

Bagaimana cara melihat perusahaan yang mempunyai prospek bagus?
“Selain melihat bisnis dan keuangannya, Saya melihat perusahaan dari goodwill yang dipunyai” -Warren Buffet-
Disini saya lebih mengajak sedikit agresif. Saya sendiri melihat sebuah area adalah goodwill, sedangkan goodwill kedua adalah pengalaman perusahaan. Jika pada goodwill area, dapat dinilai secara kualitatif dengan melihat hal diatas. Maka Goodwill yang kedua dapat dilihat dari pengalaman perusahaan.

Maksud pengalaman bukan hanya perusahaan secara langsung, tetapi lebih kepada pemilik perusahaan baik korporasi mauapun individu. Mengapa saya bilang demikian? Karena inti pemasaran dari sebuah perusahaan real estate adalah “Database” Itu adalah goodwill yang tak ternilai dari aset perusahaan real estate. Tentunya sebuah perusahaan dan individu yang berpengalaman dalam bisnis real estate memeiliki database dan jaringan pelanggan yang luas. Dari pengalaman beberapa developer Real etstate, sistem pemasaran yang paling sukses adalah melalui database dan mulut ke mulut dibandingkan melalui iklan media. Sebuah developer tinggal menghubungi nomor telepon dan menawarkan barang yang akan dijual, jika pelanggan puas mereka akan memberitahu temannya mereka tinggal dimana, punya rumah dimana, dan seterusnya. Begitulah sebenarnya cara pemasaran sebuah perusahaan real estate.

B. Membaca laporan perusahaan Real Estate dan Memprediksi Bisnisnya.

Sangat berbeda dengan perusahaan sektor komoditas terutama non tambang dalam menyikapi cerahnya bisnis perusahaan. Saya membagi dua cara investor dalam memprediksi bisnis real estate, yaitu secara konservatif dan Agresif.

1.      Penilaian Secara Konservatif
Seorang investor konservatif lebih suka sesuatu yang lebih pasti dan terukur secara kualitatif dan kuantitatif. Lalu apakah yang bisa dilakukan investor konservatif untuk mengurangi resiko investasinya?

Pertama, adalah tingkat huni real estate, baik high building maupun area development. Faktor friend adalah hal yang paling penting dalam penentuan ekspektasi bisnis real estate, intinya seorang manusia selalu ingin bertetangga, hal ini yang mendasari kenapa faktor friend sangat dibutuhkan untuk menilai bisnis real estate secara kualitatif. Semakin banyak tetangga, semakin mahal tetapi semakin kecil pula potensi kenaikannya. Kalau dibuat perbandingan resiko bisnis real estate terbesar pada awal pengembangan, tetapi potensi gainnya besar karena potensi berkembangnya area atau tempat sangat besar dan harga murah. Sedangkan untuk daerah yang sudah ramai potensi berkembangnya kecil, karena harga property sudah tinggi. Akan resiko-pun kecil, karena tingkat huninya sudah besar.

Tidak ada hitungan pasti mengenai tingkat huni, tapi saya sendiri menyarankan tingkat huni tidak lebih dari 20% dari total (sekitar 15-20%). Karena jika terlalu besar, anda hanya sedikit menikmati gain area, dan para investor bursa juga sudah memperhitungkan sehingga, harga sahamnya naik terlalu jauh (contoh Serpong sekarang), dan potensi gain menjadi kecil. Sedangkan jika terlalu awal menilai perusahaan anda akan mendapat resiko yang lebih besar.

Kedua, sebisa mungkin mengetahui harga unit dan biayanya. Secara normal perusahaan real estate yang bagus mempunyai margin usaha >30%, beberapa case punya margin usaha sampe 80%. Tapi terkadang pada awal pengembangan margin usaha sangat kecil, dan membesar sesuai tingkat huni-nya. Ini lebih tergantung pada investor sendiri untuk menilai perkiraannya. Untuk pengembang area, beberapa pengembang punya strategi “sisa”, yaitu selalu menyisakan sekitar 20-30% persediaan tanah dari blok2 yang dijual, sehingga ketika blok itu sudah ramai harga property bisa naik beberapa kali lipat, sehingga margin akan sangat besar ketika perusahaan sudah mature, saran saya JANGAN MASUK saham yang punya kondisi seperti itu, karena harga sahamnya pasti sudah sangat mahal.

Ketiga, untuk pengembang area, strategi awal adalah penjualan kavling, dan perbandingannya selalu lebih besar daripada penjualan rumah/ruko. Saya sendiri menyarankan jika persentase penjualan kavling : property jadi 50:50, bolehlah anda masuk (ingat psikologi teman). Ini karena daerah tersebut sangat beresiko jika hanya terjual kavlingnya. Tapi jangan masuk ketika penjualan property jadi terlalu tinggi karena akan mempengaruhi kenaikan harga propertinya.

Keempat, untuk pengembang Area sebisa mungkin mengetahui nilai wajar dan NJOP dari properti perusahaan yang akan dijual, ini penting karena biasanya perusahaan yang transparan akan memberikan informasi tentang berapa meter tanah yang terjual atau yang menjadi persediaan.

Memahami post akuntansi penting dan sikap seorang investor konservatif.

Point pertama, pengakuan pendapatan perusahaan real estate menggunakan metode akrual, sebaiknya melihat pada point kebijakan akuntansinya karena setiap perusahaan bisa berbeda. Secara umum, punya lima kriteria (sesuai PSAK no. 44):
  • Pengikatan jual beli telah berlaku dan ditandatangani;
  • Harga jual akan tertagih, di mana persentase pembayaran yang diterima sekurang-kurangnya telah tercapai dari harga jual yang disepakati, persentase itu tercatat di kebijakan akuntansi di lapkeu;
  • Tagihan penjual terhadap pembeli pada masa yang akan datang bebas dari subordinasi; dan
  • Penjual telah mengalihkan kepada pembeli seluruh risiko dan manfaat pemilikan yang umum terdapat pada suatu transaksi penjualan dan penjual selanjutnya tidak mempunyai kewajiban atau terlibat lagi secara signifikan dengan aset (property) tersebut. Dalam hal ini, pembangunan aset tersebut telah selesai dan siap digunakan.
Secara kasar pendapatan diakui kalau sudah “Serah Terima Kunci”, jika belum terjadi serah terima maka penjualan dicatat di uang muka penjualan.
Sebenarnya disini sangat terlihat kerancuan penilaian usaha. Bagi seorang newbie di bursa akan sangat terkecoh dengan cara pencatatan yang demikian. Seringkali Newbie kaget dengan “bom laba dan penjualan” perusahaan properti, dan hutang yang menurun drastis, padahal itu hanyalah realisasi dari uang muka penjualan. Bagaimana penjualan yang seharusnya dilaporkan ke laporan laba rugi dan menambah laba pada ekuitas, malah menjadi uang muka penjualan yang dilaporkan pada hutang.

Memang sifat dari uang muka penjualan ini bisa jadi, pembeli batal membeli. Namun, dengan resiko uang muka yang hangus apakah pembeli mau? Ketika mampu membayar? Nah perikatan inilah yang menjadikan uang muka secara esensi bisnis ya penjualan itu sendiri, Operating Cashflow positif, tetapi hutang meningkat. Maka penjualan sebenarnya, secara kasar, pada sebuah periode dapat dihitung sebagai berikut:

Penjualan sebenarnya periode x = penjualan tersaji + (uang muka penjualan periode x – uang muka penjualan periode x-1)

Nah untuk mengukur potensi pengakuan penjualan yang belum disajikan (penjualan ditangguhkan) adalah sama dengan uang muka penjualan. Namun secara rinci dapat dihitung per proyek. Karena bisa saja uang muka itu hanyalah DP, yang jauh lebih kecil dari penjualan.

Contoh PT L hanya mengelola area Y yang merupakan area berkembang, menyatakan dalam laporan keuangannya (full year 2010) bahwa 128 Ha tanah kaplingnya telah terjual, tetapi belum memenuhi syarat terjual, sedangkan tahun lalu (full year 2009) tercatat tanah yang seharusnya terjual adalah 48 Ha. Dalam lapkeu dinyatakan penjualan 400 milyar, dan tahun sebelumnya 200 milyar. Dari hasil survey ternyata harga tanah yang merupakan NJOP tanah tersebut dalam range 1,5 juta-4 juta/m2, dengan rata2 sekitar 2,25 Juta per meter. Setelah dicek dilaporan laba rugi ternyata margin usaha tanah tersebut mencapai 60%. Pertanyaannya berapakah penjualan sebenarnya tahun berjalan, potensi penjualan yang belum disajikan dan margin usaha sebenarnya?

  • Potensi penjualan yang belum disajikan 2010:
    128 x 10 rb m2 x 2,25juta = 2,88 Trilyun
  • Penjualan sebenarnya tahun berjalan:
     400 milyar + ((128-48) x 10 rb m2 x 2,25 juta) = 2,2 Trilyun.
  • Margin usaha sebenarnya:
     2,2 T x 60% = 1,32 Trilyun

Sebenarnya hitungan diatas adalah hitungan kasar, perusahaan tentunya tidak hanya menjual tanah saja. Tetapi menjual rumah, ruko, atau punya usaha bidang lain seperti jasa konstruksi. Hitungan tersebut, jika perusahaan transparan, terjabarkan di catatan atas laporan keuangan. Kalau tidak berarti ada yang harus dipahami lebih dalam.

Point Kedua, Periksa jumlah persediaannya, dengan menilik tingkat huni area lebih dari 20%, jumlah persediaannya dimasa depan hampir dipastikan akan terjual pula. Bahkan dengan kecepatan yang lebih besar (bisnis real estate, lamban diawal, dan cepat membesar diakhir sebelum akhirnya habis areanya)

Point Ketiga, Periksalah landbank, terutama landbank yang terukur dan berada pada wilayah proyek yang dikembangkan. Jangan lupakan undang-undang Agraria dan peraturan daerah setempat terutama mengenai lingkungan hijau dan ruang terbuka hijau. Pada undang2 Agraria 30% wilayah perumahan harus berupa ruang terbuka hijau yang tak bisa dijual, sedangkan beberapa perda seperti Kalimantan Timur lebih dari 30%. Kedua jangan lupakan hitungan biaya konstruksi jalan dan fasilitas umum (taman dan lain2), lebih mudahnya lihat historical cost dari HPP.

Ketiga point tersebut akan sangat penting bagi investor Konservatif untuk menilai perusahaan real estate. Biasanya untuk bursa Indonesia, nilai perusahaan properti sangat menggiurkan, bahkan dengan penilaian konservatif saja, saya bisa mendapatkan perusahaan yang terdiskon hingga 60%. Artinya jika anda beli rumah disebuah area dengan harga 100 juta, maka dengan modal 40 juta anda bisa seakan2 memiliki rumah 100 juta tersebut (kalau dilihat nilai investasinya).

2.      Bagaimana Investor Agresif Menilai.
Jika investor Konservatif lebih menyukai hal yang pasti, harga yang pasti, maka investor agresif cenderung bergerak dengan ekspektasi. Disini faktor kualitatif dan insting bisnisnya lebih berjalan daripada investor agresif.

Bagaimana menilai prospek investasi yang agresif

Seorang investor agresif tak perlu menunggu 15-20% tingkat huni, atau tak perlu menunggu uang muka penjualan telah disepakati. Seorang investor agresif lebih melihat dua faktor kualitatif (pengalaman pemilik usaha, dan potensi area yang dikembangkan) dan sebuah faktor kuantitatif yaitu cost perolehan aset.

Sebenarnya hal ini memerlukan insting yang cukup. Siapa sangka Serpong 5 tahun lalu yang tanahnya seharga 500 ribu sekarang menjadi 4 juta? Berapa kali lipat dari perolehan tanahnya yang hanya 50-100 ribu per meter?

Nah, coba lihat pada awal catatan saya, serpong dibangun memang untuk kalangan menengah atas, dengan luas tanah 200-400 meter per rumah (walaupun sekarang ada pengembang kelas menengah), tentunya secara ekspektasi akan meningkatkan nilai serpong. Kedua, akses kepada tol ke Sudirman cukup mendukung untuk orang-orang golongan menengah keatas. Ketiga ada sangkut pautnya antara pemilik serpong dan bintaro jaya, yang termasuk sukses. Keempat faktor cost yang rendah.

Memang resiko investor agresif lebih tinggi, tetapi bagaimana jika keuntungan yang diperoleh lebih besar? Ya, itu tergantung masing-masing individu.  

C. Hal Lain yang Perlu Diperhatikan Sebelum Berinvestasi Pada Saham Real Estate

Melihat begitu besar keuntungan di saham Real Estate, kita harus tahu resiko yang diambil selain resiko pasar saham pada umumnya. Resiko khusus adalah:

Point pertama, Kasus hukum yang dihadapi. Seringkali perusahaan real estate mengalami masalah dalam pembebasan lahan. Terkadang sangat besar dan terkesan ditutup-tutupi, walaupun tercatat di Catatan LapKeu (kasusnya tidak dijabarkan secara detil). Disamping dari Calk, Indikasi yang terlihat adalah berkurangnya porsi kepemilikan pemilik terbesar perusahaan dan bertambahnya porsi kepemilikan sekuritas. Itu biasanya, tetapi lebih baik diselidiki secara detil.

Point Kedua, Waspada dengan habisnya landbank yang telah dikembangkan., Terutama investor konservatif. Biasanya ditandai uang muka penjualan yang menurun drastis dan area yang dikembangkan menipis. JANGAN TERGIUR LABA YANG BESAR!

Point Ketiga, Pelajari cara perusahaan mengelola keuangan. Jangan sampai perusahaan berhutang untuk membeli sebuah area yang belum dikembangkan. Resiko akan mengancam cashflow, juga indikasi secara behavioral manajemen sangat spekulatif. Lihat juga hutang dan bunga hutang perusahaan.

Itulah gambaran besar Bisnis Real Estate, tentunya tiap perusahaan punya cirri khas masing-masing yang susah dipersamakan. Perusahaan Real Estate sungguh menggiurkan, bagaimanapun itu anda harus mempelajarinya secara detil perusahaan tersebut. Dari sisi keuangan, bisnis maupun manajemennya. Analisa SWOT akan membantu anda.

Sebagai seorang penulis dan investor, sekali lagi, saya tetap berpesan pelajari perusahaan yang menjadi obyek (bisnis) dan subyek (manajemen) investasi anda. Semoga tulisan ini berguna bagi kita, dan semoga ilmu kita terus bertambah.

tulisan ini merupakan tulisan dari Muhammad Sholich

Belum ada Komentar untuk "Mengenal Bisnis dan Membaca Pelaporan Akuntansi Real Estate"

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, dan terima kasih telah berkunjung di blog saya

Facebook Comments APPID

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel